Sabtu, 31 Juli 2010

PTK Seni Budaya (penggunaan metode drill dalam menggambar bentuk BAB I)

PENGGUNAAN METODE DRIL SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA DALAM MENGGAMBAR BENTUK BUAH-BUAHAN PADA MATA PELAJARAN SENI BUDAYA KELAS VII A DI MTs YASIN GEMOLONG TAHUN PELAJARAN 2009/2010




Oleh :
Wisnu Widiyanto
NIM. K3204026



Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Seni




FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu proses untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, oleh sebab itu program-program maupun metode-metode khususnya dalam proses pembelajaran dibidang pendidikan, harus ditinjau kembali secara periodik agar mampu mengimbangi laju pertumbuhan, maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa yang akan datang.
Bidang pendidikan dapat menjadi satu pemicu dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional, oleh karena itu sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab atas keberhasilan pada bidang pendidikan. Keberhasilan suatu proses pendidikan sangat diperlukan adanya keharmonisan kerjasama antar komponen yang ada di dalamnya. Komponen yang dimaksud adalah guru, siswa, bahan ajar/ materi, alat/ media dan metode pembelajaran serta evaluasi yang digunakan sebagai kriteria untuk mengukur keberhasilan suatu program. Metode pembelajaran merupakan salah satu variabel yang diperlukan sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui kekuatan minat siswa sekaligus menjadi umpan balik bagi guru untuk meningkatkan kemampuan hasil belajar yang diarahkan pada tujuan yang akan dicapai. Dalam kaitannya dengan permasalahan ini maka kegiatan belajar bagi siswa dan kemitraan yang dilakukan guru dalam kegiatan mengajar merupakan hal penting dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran.
Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa belajar pada dasarnya merupakan perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman (1992: 84). Kegiatan belajar lebih lanjut ditegaskan bahwa ia merupakan segenap rangkaian peristiwa atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang sehingga bisa menimbulkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya. Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah, maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.
Pendidikan seni rupa di SLTP/ MTs saat ini semakin berkembang pesat, sehingga sebagai calon maupun tenaga pendidik perlu mencari model-model pembelajaran yang inovatif untuk lebih meningkatkan kualitas output peserta didiknya seperti dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 pasal 3 Tahun 2003, Undang-Undang RI No 12 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang mengamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pendidikan seni rupa di SLTP/ MTs memiliki tujuan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan siswa agar dapat berkreasi serta menghargai kerajinan tangan dan kesenian, sehingga siswa dapat belajar untuk mengembangkan bakat seninya masing-masing. Pendidikan seni rupa sangat berhubungan erat dengan istilah menggambar. dimana menggambar itu sendiri menurut Muharam dan Sundaryati dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kesenian II Seni Rupa” yaitu penyajian ilusi optik atau manipulasi ruang dalam bidang datar dua dimensi (1991: 95). Sedangkan menurut Edy Tri Sulistyo gambar bentuk itu sendiri dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu gambar bentuk benda-benda geometris dan gambar bentuk flora-fauna (2006: 123).
Pembelajaran merupakan upaya yang sistematis dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar terjadi kegiatan belajar-membelajarkan (pembelajaran). Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai garis besar haluan bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Newman dan Mogan dalam terjemahan Surya Dharma mengungkapkan bahwa strategi dasar setiap usaha meliputi empat masalah masing-masing, yaitu: (1) mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik yang diharapkan; (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3) memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat, efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya; dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan system instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan (2008: 7).
Menurut Sriyono, ada sepuluh (10) jenis metode mengajar, yaitu: metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode drill (latihan), metode resitasi (pemberian tugas), metode demonstrasi (eksperimen), metode sosiodrama, metode problem solving (pemecahan masalah), metode karya wisata dan metode kerja kelompok (1992: 99-122). Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pembeljaran yang diinginkan, seorang guru harus bisa melihat situasi dan kondisi siswa dalam pemilihan metode yang tepat, agar tujuan dari pembelajaran tersebut bisa mencapai tujuan yang ingin diinginkan.
Menurut Sofa dikutip dari www.massofa.wordpress.com 11 Januari 2008 “fungsi proses belajar-mengajar seni rupa dan kerajinan dalam pembelajaran kelas-formal adalah tertuju pada pengembangan pengalaman ekspresi emosional dalam bersikap, berpikir, berperhatian dan berminat (internal), melalui latihan kemampuan mewujudkan ekspresi esetika dalam perwujudan rupa dwimatra atau trimatra (eksternal)”. Namun demikian hasil pengamatan awal menunjukkan bahwa kebanyakan dari guru-guru kesenian di SMP/ MTs, khususnya dalam hal pelajaran menggambar lebih cenderung memilih menggunakan metode pemberian tugas kepada peserta didiknya, tanpa memberikan pemahaman dan pelatihan terlebih dahulu mengenai teknik menggambar yang baik dan benar, sehingga siswa yang memiliki daya kreativitas rendah cenderung sulit untuk bisa mengembangkan bakat dan kemampuannya. Temuan di kelas juga membuktikan bahwa selama ini kegiatan pembelajaran mata pelajaran seni budaya di SMP berlangsung kurang maksimal, karena ada kecenderungan siswa malas mengikuti pelajaran seni budaya dengan berbagai alasannya. Hasil pengamatan di kelas menguatkan bahwa siswa tidak tertarik mengikuti pelajaran seni budaya disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
1. Siswa malas mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
2. Siswa kurang tertarik terhadap pelajaran yang disampaikan.
3. Siswa cenderung berbicara sendiri atau mengantuk sebagai kompensasi keterbatasan kemampuan atau kurangnya memiliki minat.
Berbagai faktor tersebut di atas merupakan indikator rendahnya minat belajar anak terhadap pelajaran seni budaya, yang pada gilirannya dalam hasil observasi tindakan refleksi awal tersebut dapat diketahui dampak lanjutan dari faktor-faktor di atas, yaitu :
1. Siswa terlihat enggan bertanya akan kesulitan yang dihadapi.
2. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diberikan guru.
3. Siswa mengalami kesulitan untuk mendeskripsikan prosedur kerja atau langkah-langkah kerja dalam mengerjakan tugas yang diberikan.
4. Dampak yang paling parah adalah rendahnya karya finishing siswa, sehingga standart ketuntasan mutu (SKM) mata pelajaran seni budaya pada umumnya rendah.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran pemberian tugas pada mata pelajaran seni budaya khususnya dalam sub pokok bahasan menggambar bentuk, belum bisa memberikan hasil yang maksimal pada peserta didik. Kondisi ini terungkap dari hasil refleksi awal selama berlangsungnya aktivitas proses pembelajaran mata pelajaran seni budaya khusunya pada sub pokok bahasan menggambar bentuk menunjukkan bahwa dari 25 siswa hanya beberapa siswa yang bisa dikatakan tuntas dalam belajarnya, secara klasikal ketuntasan belajar di kelas tersebut hanya mencapai 12 % dari yang seharusnya dicapai yakni 85 %. Persentase ketuntasan siswa tersebut sangat jauh dari prosedur pelaksanaan pembelajaran kurikulum 1994 yang menekankan bahwa seorang siswa dinyatakan tuntas belajar bila telah mencapai skor 65 % atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut 85 % yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65 % (Depdikbud, 1994).
Bertolak dari hasil belajar siswa, dengan dibantu beberapa guru lain (teman sejawat) maka dilakukan upaya refleksi dan pengkajian secara kritis untuk mengungkap penyebab masalah rendahnya kemampuan siswa kelas VII A MTs Yasin Gemolong dalam menggambar bentuk. Dari hasil refleksi awal ini ditengarai beberapa indikasi yang diasumsikan sebagai penyebab rendahnya hasil belajar siswa dalam keterampilan menggambar bentuk, yaitu: (1) guru dalam menyampaikan materi pelajaran terlalu menitikberatkan pada penggunaan metode pemberian tugas, sebagian besar waktu belajar dipergunakan untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan guru pada siswa tanpa memberikan bimbingan maupun latihan lebih mendalam tentang menggambar bentuk yang baik dan benar; (2) penekanan proses pembelajaran lebih terfokus pada aspek psikomotor tentang menggambar bentuk; (3) hubungan guru dengan siswa dalam aktivitas proses belajar mengajar relatif bersifat formal dan kaku, dan (4) pendekatan proses pembelajaran yang dipergunakan guru lebih mengarah pada isi buku teks dan beberapa contoh gambar bentuk yang telah ditentukan sehingga membuat siswa relatif pasif untuk meningkatkan kreativitasnya.
Melihat hasil refleksi tersebut, maka perlu dilakukan suatu tindakan perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran menggambar bentuk pada siswa kelas VII A MTs Yasin Gemolong kearah yang lebih baik melalui penggunaan metode dril. Dasar dari pertimbangan dalam memilih penerapan penggunaan metode dril pada proses belajar menggambar bentuk buah-buahan tersebut karena metode dril sesuai dengan kebutuhan siswa pada saat itu yang memerlukan pelatihan khusus dalam tata cara menggambar bentuk yang baik dan benar, sehingga diharapkan siswa mampu mengembangkan bakat dan kreativitasnya karena telah terbiasa melakukan latihan menggambar bentuk sesuai dengan arahan dan pengetahuan yang telah diberikan guru mengenai prinsip-prinsip dalam menggambar bentuk. Sesuai dengan permasalahan tersebut gagasan yang digunakan untuk menyempurnakan proses pembelajaran pada mata pelajaran seni budaya yakni melalui sebuah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) dengan praktek menggambar bentuk buah-buahan pada siswa kelas VII A di MTs Yasin Gemolong, dengan mengkhususkan menggunakan metode dril. Seperti yang diungkapkan oleh Sriyono dalam bukunya yang berjudul ”Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA” yang menyatakan bahwa kelebihan dari metode dril adalah sebagai berikut: (1) proses pengulangan yang mengkondisi siswa dengan stimulus–stimulus tertentu akan dapat membina pengetahuan dan keterampilan yang kokoh tertanam dalam diri siswa, (2) hasil yang dicapai metode ini mempunyai nilai praktis atau aplikasi yang tinggi dalam kehidupan siswa, khususnya yang kondisinya sama dengan yang dibina, (3) metode ini memungkinkan terbinanya spesifikasi yang tajam dalam pengetahuan siap dan keterampilan siswanya (1992: 113). Diharapkan dengan adanya perubahan metode tersebut siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam proses menggambar bentuk buah-buahan secara baik dan benar, sehingga siswa bisa mencapai hasil yang maksimal.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dalam kajian penulisan ini ditetapkan topik penelitian dengan judul “Penggunaan Metode Dril Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa Dalam Menggambar Bentuk Buah-Buahan Pada Mata Pelajaran Seni Budaya Kelas VII A Di MTs Yasin Gemolong Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penggunaan metode dril dapat meningkatkan kemampuan menggambar bentuk buah-buahan pada siswa kelas VII A di MTs Yasin Gemolong tahun pelajaran 2009/2010?

C. Tujuan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggambar bentuk buah-buahan melalui penggunaan metode dril pada mata pelajaran seni budaya Kelas VII A di MTs Yasin Gemolong tahun pelajaran 2009/2010.

D. Manfaat Penelitian.
Peneliti berharap pada hasil akhir penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Bagi Siswa,
a. Siswa dapat menggambar bentuk dengan objek buah-buahan secara baik dan benar sesuai dengan aspek-aspek yang dilatihkan.
b. Dalam melanjutkan proses pembelajaran seni budaya pada tingkat yang lebih rumit siswa bisa mengikuti dengan mudah karena telah memiliki kemampuan dasar menggambar bentuk.
c. Hasil belajar siswa khusunya dalam pembelajaran seni budaya bisa lebih maksimal.

2. Bagi Guru.
a. Guru dapat mengembangkan strategi pembelajaran yang bervariasi untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran seni budaya.
b. Sebagai informasi kepada guru maupun calon guru dalam mengembangkan kemampuan menggambar bentuk dengan objek buah-buahan yang baik.

3. Bagi Sekolah.
Sebagai masukan dalam rangka mengefektifkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber belajar dalam pelaksanaan pendidikan seni rupa di SMP/ MTs.

4. Bagi Peneliti.
Sebagai bahan awal atau rujukan untuk bisa dikaji secara mendalam dan dikembangkan lagi lebih lanjut agar proses tindakan perbaikan yang serupa bisa ditingkatkan dan disempurnakan lagi




PTK Seni Budaya (penggunaan metode drill dalam menggambar bentuk BAB II)

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka.
1. Tinjauan Metode Dril.
Menurut Roestiyah dalam bukunya yang berjudul “Strategi Belajar Mengajar” menyatakan bahwa di dalam proses belajar-mengajar, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan (2001: 1). Sementara Anitah dan Noorhadi menegaskan bahwa dalam menyusun strategi belajar mengajar, guru tidak lepas dari pemilihan metode mengajar (1990:1.1).
Pendapat dari para ahli pendidikan di atas menggarisbawahi bahwa keberhasilan dari proses interaksi belajar mengajar adalah tergantung dari pemilihan metode mengajar yang tepat, sehingga siswa dapat belajar secara efektif dan efesien karena guru telah mempersiapkan metode sesuai dengan kondisi belajar siswa. Dengan demikian peranan metode dalam sistem pembelajaran sangatlah penting terutama kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu metode untuk menyampaikan materi pembelajaran adalah metode dril. Dijelaskan oleh ahli pendidikan, Anitah dan Noorhadi dalam bukunya yang berjudul ”Strategi Belajar Mengajar” mengemukakan bahwa metode dril pada dasarnya merupakan suatu cara mengajar dengan memberikan latihan-latihan terhadap apa yang telah dipelajari siswa sehingga memperoleh suatu keterampilan tertentu. (1990: 1.31).
Pada sisi lain metode dril telah diartikan sebagai metode yang terkait dengan persoalan praktis. Oleh Richardson dijelaskan bahwa metode pembelajaran drill and practice merupakan teknik pengajaran yang dilakukan berulang kali untuk mendapatkan keterampilan, dibutuhkan untuk mengingat secara matematis. Metode ini digunakan untuk mengajarkan keahlian yang khusus. Ini diikuti dengan pengajaran yang sistematis dengan harapan untuk mengingat. (lihat Richardson. 2008: www.cornerstonecurriculum.com).
Tentang metode drill yang bertalian erat dengan sifat praktis juga dijelaskan Roestiyah, menurutnya metode dril merupakan suatu teknik yang dapat diartikan sebagai suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari (2001: 125, Zuhairini, dkk., 1983: 106). Dalam pengertian ini keterampilan ada yang dapat disempurnakan dalam jangka waktu yang pendek, namun ada pula yang membutuhkan waktu cukup lama. Lebih lanjut dikatakan bahwa latihan itu tidak diberikan begitu saja kepada siswa tanpa pengertian, jadi latihan itu didahului dengan pengertian dasar.
Dalam bidang keagamaan, Mahfud juga menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Pengajaran Agama” bahwa, dril merupakan suatu kegiatan dalam melakukan hal yang sama secara berulang-ulang dan sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan supaya menjadi permanen. (1987: 100).
Dari beberapa pendapat mengenai metode dril dapat ditarik simpulan bahwa metode dril merupakan suatu cara dalam menyajikan suatu bahan pelajaran dengan jalan melatih siswa secara terus menerus agar dapat menguasai pelajaran serta keterampilan yang lebih tinggi. Segi pelaksanaan metode tersebut siswa terlebih dahulu dibekali dengan pengetahuan secara teori secukupnya kemudian dengan tetap dibimbing oleh guru, siswa disuruh mempraktikannya sampai menjadi mahir dan terampil.
Sebagai metode yang bersifat melatih secara berulang-ulang, maka tujuan latihan tersebut menurut Roestiyah antara lain agar anak memiliki keterampilan motoris, dan mengembangkan kecakapan intelek, serta memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan hal lain (2001: 125).
Rambu-rambu pemberian latihan menurut para pakar seharusnya sesuatu yang dilatih harus berarti, menarik, dan dihayati murid sebagai kebutuhan. Sebelum latihan dilaksanakan perlu diketahui terlebih dahulu arti dan kegunaan latihan, serta perlunya diadakan latihan. Latihan hendakya diberikan secara matematis, tertib, dan tidak loncat-loncat. Disarankan pula bahwa latihan hendaknya diberikan dari dasar atau dari permulaan. Mana yang telah diberikan supaya selalu diulangi, dipakai dan ditanyakan (murid selalu diingatkan). Dalam latihan ini guru hendaklah pandai membuat bermacam-macam latihan agar murid tidak jemu atau bosan, dan latihan yang diberikan secara perorangan akan lebih baik dari pada latihan bersama, sebab dengan mengontrol dan mengoreksi latihan yang diberikan secara bersama harus diikuti latihan individu. Ditegaskan pula bahwa latihan hendaklah diselenggarakan dalam suasana yang menyenangkan jangan diberikan dalam suasana yang penuh ketegangan dan ketakutan (Sriyono, 1991: 113).
Sriyono juga mengungkapkan bahwa metode dril memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihannya yaitu proses pengulangan yang mengkondisi siswa dengan stimulus–stimulus tertentu akan dapat membina pengetahuan dan keterampilan yang kokoh tertanam dalam diri siswa, hasil yang dicapai metode ini mempunyai nilai praktis atau aplikasi yang tinggi dalam kehidupan siswa, khususnya yang kondisinya sam dengan yang dibina, dan metode ini memungkinkan terbinanya spesifikasi yang tajam dalam pengetahuan siap dan keterampilan siswanya. Selain itu metode dril juga memiliki kelemahan-kelemahan yakni dapat membentuk kebiasaan yang kaku (respon yang terbentuk secara otomatis akan mempengaruhi tindakan yang bersiat irrational serta tidak menggunakan akal), menimbulkan adaptasi mekanis terhadap lingkungannya, menimbulkan verbalisme (respon terhadap stimulus yang telah terbentuk dengan latihan itu akan berakibat kurang digunakannya rasio sehingga, inisiatif pun terhambat), latihan yang terlampau berat akan menimbulkan perasaan benci, baik kepada mata pelajaran maupun kepada gurunya, dan latihan yang dilakukan dengan pengawasan yang ketat dan dalam suasana yang serius mudah sekali menimbulkan kebosanan dan kejengkelan akhirnya anak enggan berlatih dan malas atau mogok belajar.
Dalam aspek pembelajaran melalui metode dril yang terkait dengan kegiatan yang berifat praktis dijelaskan oleh Latousek secara rinci tahapan-tahapannya. Secara sistematis dalam bentuk tabel diuraikan seperti berikut di bawah.

Tabel 1. Sintaksis pembelajaran drill and practice menurut Latousek.

Phase KETERANGAN KEGIATAN GURU
  1. Mendapatkan tujuan-tujuan > Menjelaskan tujuan pelajaran, memberikan informasi latar belakang dan menjelaskan mengapa pelajaran tersebut penting, Membuat siswa siap belajar.
  2. Mendemonstrasikan pengetahuan atau skill > Mendemonstrasikan skill secara benar atau menyampaikan informasi tahap demi tahap.
  3. Memberikan latihan-latihan yang dibimbing. > Memberikan latihan-latihan awal.
  4. Mengecek pemahaman dan memberikan feedback > Mengecek keterampilan siswa dan memberikan feedback.
  5. Memberikan latihan lanjut > Menyusun suatu kondisi untuk latihan lebih lanjut dengan memperkenalkan masalah yang lebih komplek.
(Sumber: Latousek. 1990: www.centaursystem.com/zcol90b.htm)

2. Tinjauan Gambar Bentuk
a. Pengertian Menggambar.
Muharam E dan Warti Sundaryati dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kesenian II Seni Rupa” mengungkapkan bahwa menggambar adalah penyajian ilusi optik atau manipulasi ruang dalam bidang datar dua dimensi (1991: 95).
Berbeda dengan pendapat D.K. Ching di dalam bukunya yang berjudul “Menggambar Suatu Proses Kreatif” menyatakan bahwa, menggambar adalah membuat guratan di atas sebuah permukaan yang secara grafis menyajikan kemiripan mengenai sesuatu (2002: 9).
Kata menggambar atau kegiatan menggambar menurut Dharmawan dapat diartikan sebagai memindahkan satu atau beberapa objek ke atas bidang gambar tanpa melibatkan emosi, perasaan dan karakter penggambarnya. Pemindahan ini dalam pengertian pemindahan bentuk atau rupa dengan memperkecil atau memperbesar ukuran keseluruhan yang untuk kepentingan tertentu dapat juga mempergunakan skala perbandingan (perbandingan ukuran) secara akurat (1988: 195).
Berbeda dengan Robins yang menyatakan bahwa menggambar merupakan aktivitas melihat dan meniru. Menurutnya manusia sering tertipu akan pikirannya sehingga mereka hanya menggambar apa yang diinginkannya, bukan apa yang ada di depannya. (2007: 3).
Pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa menggambar itu sendiri merupakan suatu bentuk ekspresi jiwa yang dituangkan seseorang dalam upaya mewujudkan sesuatu yang tidak ada menjadi ada dalam bentuk karya dwi matra, yang dimaksud menggambar dalam hal ini yaitu menggambar dengan menggunakan model sebagai objek untuk digambar.
Menurut Jauhari ada beberapa metode dalam menggambar yang tujuannya untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasi anak. Berikut beberapa metode yang dimaksudkan, antara lain :
1) Menggambar dengan cara mengamati (observasi).
Anak bisa menggambar dan mewarnai gambarnya sendiri tanpa menjiplak atau dengan contoh pola. Dengan demikian anak dapat melupakan observasi dengan cara menciptakan, bereksperimen, dan melampaui kemampuannya.
2) Menggambar berdasarkan pengalaman/ kenangan.
Menggambar dengan metode ini lebih memotivasi anak untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan pengalaman dan kenangannya. Saat latihan, guru harus banyak menggunakan pertanyaan untuk membantu mereka mengingat detail yang berarti dari pengalaman mereka.
3) Menggambar berdasarkan imajinasi.
Kejadian mendorong kita untuk keluar dan bisa diekspresikan dalam bentuk gambar, lukisan, dan model. Menggambar dengan imajinasi menjadi lebih efektif dengan latihan yang rutin.
(lihat jauhari@artlover.com. diunduh 11 Januari 1999)

b. Pengertian Menggambar Bentuk.
Harry Sulastianto dalam bukunya yang berjudul “Seni Budaya Untuk Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama” menyatakan bahwa gambar bentuk merupakan gambar yang meniru objek gambar nyata yang ada di alam atau buatan. Menurutnya objek gambar bentuk sangat beragam, mulai dari benda yang dipakai sehari-hari, manusia, tumbuhan, hewan, ataupun alam pemandangan. Ukuran objekpun bermacam-macam, mulai dari yang ukuran besar seperti gajah, gunung, dan pemandangan alam, sampai yang berukuran kecil, seperti sel, tumbuhan, akar, dan kuman. Gambar bentuk dapat dibuat berwarna atau hitam putih. (2006: 20)
Wido Ratmono mengungkapkan bahwa menggambar bentuk adalah memindahkan objek/ benda-benda yang ada disekitar kita dengan tepat seperti keadaan benda yang sebenarnya, menurut arah pandang dan cahaya yang ada. (1984: 44).
Sedangkan menurut Asim Sulistyo menggambar bentuk adalah memindahkan benda-benda yang diamati ke dalam bidang gambar (2 demensi) sesuai dengan apa adanya. Gambar di ciptakan tanpa memberikan rasa/ ekspresi/ kejiwaan pada gambar tersebut (2006: 4).
Menurut Cut Kamaril menggambar bentuk merupakan usaha mengungkapkan dan mengkomunikasikan ide/ gagasan, perasaan dalam wujud dwi matra yang bernilai artistik dengan menggunakan garis dan warna. Ungkapan tersebut sesuai dengan bentuk benda yang digambar, hasil gambarnya menunjukkan kreativitas maupun keterampilan penggambar dalam menampilkan ketepatan bentuk maupun jenis benda yang digambar (1998: 49).
Lebih lanjut disebutkan bahwa proses dalam menggambar bentuk sangat dituntut ketepatan bentuk benda yang digambar, oleh sebab itu diperlukan pengetahuan tentang dasar-dasar ketepatan bentuk yakni proporsi atau ukuran perbandingan dan ketepatan garis maupun tekstur yang menunjukkan ketepatan jenis benda tersebut. Bagi orang yang pandai menggambar dapat menggambar langsung dengan tepat apa yang digambar. Bagi orang yang masih belajar perlu mengetahui dasar-dasar proporsi tersebut, dengan menggunakan garis-garis pertolongan untuk membagi-bagi bentuk benda dalam ukuran perbandingan tertentu supaya gambarnya tepat. Model yang biasanya digunakan dalam menggambar bentuk adalah makhluk hidup maupun benda-benda yang tidak bernyawa.
Kemampuan untuk menggambar bentuk ini sangat diperlukan sekali dalam kesenirupaan, karena menggambar bentuk merupakan salah satu hal yang mendasari dalam semua bidang seni rupa, seperti; seni lukis, seni patung, desain kriya, desain tekstil, desain interior maupun grafis yang suatu ketika membutuhkan keterampilan dalam hal menggambar.

c. Prinsip Menggambar Bentuk
Menurut Harry ada beberapa syarat yang harus diikuti agar hasil gambar baik yaitu: hasil gambar memiliki kemiripan dengan benda aslinya, ukuran perbandingan atau proporsi antar benda yang tepat, selanjutnya kesan cahaya, gelap terang, tekstur, dan komposisi yang bagus, serta penerapan perspektif, dan pemakaian teknik maupun media yang tepat. (2006: 64)
Soepratno dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Seni Rupa” juga menegaskan bahwa dalam menggambar bentuk tidak boleh meninggalkan beberapa aspek seperti proporsi, komposisi, perspektif, dan terjemahan benda dalam hal ini maksud dari terjemahan benda yakni mewujudkan suatu sifat-sifat benda yang digambar sesuai dengan sifat bahannya (1985: 100)
Sedangkan prinsip-prinsip dalam menggambar bentuk juga disebutkan oleh Jauhari yang meliputi beberapa aspek seperti; perspektif, proporsi, komposisi, gelap-terang, bayang-bayang. (jauhari@artlover.com. Diakses 15 Februari 2009)
Adapun pengertian dari beberapa ahli mengenai aspek tersebut di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:
1) Perspektif
Asim Sulistyo dalam ”Modul Seni Rupa kelas VII” menyatakan bahwa perspektif merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang menggambar benda-benda yang bervolume, berisi, beruang/ berongga (Tiga Demensi) pada bidang gambar. Gambar terlihat seperti benda yang sebenarnya sehingga benda mempunyai kesan besar-kecil, jauh-dekat, dalam-dangkal, terang-gelap, tinggi-pendek dan lainnya. (2006: 5).
Sedangkan menurut Soepratno perspektif merupakan gambar dari suatu benda yang merupakan suatu pandangan kedalaman yang serasi dari ujud benda tersebut (1985: 100).
2) Proporsi
Soepratno menyatakan bahwa proporsi merupakan suatu ukuran perbandingan antara bagian-bagian yang satu dengan yang lain pada benda tersebut (1985: 100)
Selanjutnya Tjahjo Prabowo dalam bukunya yang berjudul “Desain Dasar I (Desain Dua Dimensional) Desain Dwi Matra” menjelaskan bahwa proporsi merupakan hubungan perbandingan antara bagian dengan bagian dan atau antara bagian dengan keseluruhan. Lebih lanjut dijelaskan mengenai hal-hal yang perlu diperbandingkan yaitu; antara unsur dengan unsur yang terdapat dalam bidang gambar, antara unsur visual dengan bidang gambar, serta antara bidang gambar dengan kertas gambar (1999: 17).
Sedangkan Jauhari juga mengungkapkan bahwa proporsi atau perbandingan adalah keselarasan atau keserasian perbandingan ukuran antara satu bagian dengan keseluruhan bentuk. (jauhari@artlover.com. Diakses 15 Februari 2009).
3) Komposisi
Komposisi menurut Sudarsono dalam bukunya yang berjudul “Menggambar Bentuk Lanjut” adalah suatu usaha di dalam menyusun unsur-unsur yang menjadi objek gambar sehingga objek tersebut dapat menjadi enak untuk dilihat/ dipandang (1995: 21).
Tjahjo Prabowo dalam bukunya yang berjudul “Desain Dasar I (Desain Dua Dimensional) Desain Dwi Matra” mengungkapkan bahwa komposisi merupakan suatu realisasi dari suatu aktiva pencipta dalam mewujudkan idenya; merupakan suatu bentuk pernyataan yang dapat ditanggapi oleh pengamatnya atas suatu bentuk ciptaan tersebut. Lebih lanjut dijelaskan bahwa komposisi pada dasarnya menyangkut hal pengorganisasian unsur visual, dimana prinsip-prinsip desain merupakan hakekat utamanya, terutama prinsip kesatuan dan harmoni (1999: 22).
Sedangkan menurut Muharam E dan Warti Sundaryati dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Kesenian II Seni Rupa” menjelaskan bahwa komposisi merupakan penataan gambar pada bidang gambar dengan menggunakan prinsip-prinsip desain (1991: 97).
Sama halnya dengan Soepratno yang menyatakan bahwa komposisi merupakan suatu susunan keseluruhan yaitu antara benda yang digambar dengan ruang yang digambari (1985: 100).
4) Gelap Terang
Muharam E dan Warti Sundaryati mengemukakan bahwa gelap terang merupakan suatu upaya untuk dapat digunakan dalam menyajikan ruang untuk menggambar bentuk yang lebih mendekati kenyataan visual (1991: 96).
Sedangkan menurut Jauhari gelap terang adalah unsur rupa yang berkenaan dengan cahaya, baik secara nyata seperti dalam patung atau ilusi sebagaimana dalam gambar atau lukis. (jauhari@artlover.com. Diakses 15 Februari 2009).

d. Teknik dalam menggambar bentuk
Teknik-teknik yang digunakan dalam menggambar benda menurut Sunarto ditegaskan antara lain: teknik stippel, dussel, dan arsir. Teknik stippel. yaitu menggambar dengan titik-titik atau noda-noda yang diulang-ulang, sedangkan teknik dussel atau teknik gosok adalah menggambar dengan cara menggosok-gosokkan tangan atau kertas yang sudah diberi atau dibubuhi dengan pensil. Teknik ketiga adalah arsir yaitu teknik untuk menyampaikan kesan bentuk tiga dimensi yang tidak dapat terwakili hanya dengan garis kontur saja. Garis-garis arsir mengacu pada serangkaian garis sejajar dengan jarak berdekatan atau rapat. (1985: 3)
Adapun jenis-jenis arsir menurutnya meliputi tiga jenis yaitu arsir biasa, arsir silang, teknik scribbling. Arsir biasa, yaitu garis-garis arsir yang mengacu pada serangkaian garis rapat sejajar, seirama sesuai dengan bentuk benda yang digambar. Arsir silang, ialah arsir yang melibatkan penggunaan dua lapis garis arsir untuk mendapatkan kepadatan yang lebih tinggi dan menghasilkan nada gelap terang. Teknik berikutnya adalah scribbling, dimaksudkan sebagai suatu jenis arsiran jaringan yang terdiri dari garis-garis berbagai arah yang dibuat secara acak, sehingga tekstur visualnya akan bervariasi dengan teknik garis yang digunakan (1985: 3).
Fungsi arsir menurut Veri Apriyanto dalam bukunya yang berjudul "Cara Mudah Menggambar dengan Pensil" adalah untuk memberikan karakter objek gambar, memberikan kesan bentuk dan volume benda, memberikan kesan jarak dan kedalaman pada gambar, mengisi bidang kosong, dan Finishing touch gambar (Tth: 6).

e. Media dan alat gambar.
Adjid Saputra mengemukakan bahwa media adalah bahan yang diperlukan untuk memvisualisasikan prinsip-prinsip seni rupa pada bidang datar dalam mencipta atau membuat bentuk/ wujud (rupa). (1998: 37). Sementara pengertian media atau bahan dasar menurut Ahamad adalah bahan sebagai perantara bagi seorang seniman untuk mewujudkan sebuah karya seni rupa (1984: 36)
Menurut Harry, dalam menggambar kita memerlukan media dan peralatan. Media yang biasa dipakai menggambar adalah kertas, bisa juga dengan kain. Adapun alat yang digunakan untuk menorehkan gambar yaitu pensil, cat air, cat minyak, crayon, dan sebagainya. Selanjutnya dijelaskan media gambar kertas merupakan bahan yang paling umum dan paling sering digunakan sebagai media gambar. (2006: 21)
Selanjutnya dijelaskan mengenai beberapa perlengkapan yang digunakan dalam menggambar sesuai dengan penggunaannya, antara lain; pensil biasa dengan batang kayu relatif murah. Pensil ini dapat dipakai untuk membuat berbagai macam goresan, dan dapat digunakan untuk menutup bidang gambar dan membuat bayangan. Walaupun pensil biasa sudah cukup cocok untuk dipergunakan menggambar, namun dalam pengunaannya harus diperhatikan mutu dan jenis pensilnya. Pensil Keras (Hard/ H). Pensil jenis ini memiliki tingkat dan kwalitas kekerasan mulai dari 9 H (sangat keras) sampai F. Pensil jenis ini biasanya banyak dipakai untuk menggambar mistar, karena jenisnya yang keras tersebut. Semakin keras tingkatan isi pensil, semakin dapat digunakan untuk menghasilkan garis-garis yang padat, halus dan tipis. Pensil Sedang (Medium Hard/ HB). Pensil ini dipakai untuk membuat desain/ sket/ gambar rencana, baik untuk gambar dekorasi maupun gambar reklame. Pensil Lunak (Soft/ B) Isi pensil yang lunak dapat menghasilkan garis-garis yang padat, gelap dan nada gelap terang. Untuk hampir semua gambar tangan bebas, pensil jenis B merupakan jenis pensil yang banyak manfaatnya. Jenis pensil ini banyak dipakai untuk menggambar potret, benda atau pemandangan alam dalam warna hitam putih. Konte memiliki warna hitam arang dan berbeda dengan pensil biasa karena mempunyai goresan yang tebal dan lebar. Dibedakan pula menjadi: Hard/ H/ keras, Medium/ HB/ sedang, dan Soft/ B/ Lunak, biasanya konte dipakai untuk menggambar potret, pemandangan alam dan benda. Pensil berwarna, Pensil ini mengandung lilin yang tersedia dalam 12 macam warna. Selanjutnya media terakhir untuk pengoreksian gambar adalah penghapus, yaitu untuk menghilangkan bagian gambar yang tidak diperlukan. (2006: 22)
Dengan pengetahuan yang cukup mengenai sifat bahan dan fungsi alat, siswa dapat mengembangkan kekuatan menggambarnya tanpa kendala yang bersifat teknis. Menggambar merupakan soal rasa, pikiran, keterampilan, ide dan teknik yang tidak terpisah-pisahkan.
Dari penjelasan mengenai tinjauan metode dril dan menggambar bentuk di atas berkaitan untuk meningkatkan kemampuannya siswa dalam menggambar bentuk buah-buahan ada beberapa aspek yang perlu dilatihkan yakni:
1. Aspek proporsi dimana tujuan dalam latihan ini agar siswa dapat memahami dalam memvisualisasikan gambar buah-buahan sesuai dengan perbandingan tiap bagian dari strukur buah, maupun antara bagian buah yang satu dengan yang lain secara keseluruhan.
2. Aspek komposisi dimana dalam latihan ini siswa dituntut untuk dapat menyususun dari beberapa gambar buah-buahan agar terlihat selaras dan seimbang untuk mencapai suatu kesatuan yang harmonis sehingga enak dilihat/ dipandang.
3. Aspek gelap terang dimana siswa perlu mendapatkan latihan-latihan dalam teknik mengarsir untuk bisa menentukan gelap terang dari suatu gambar buah-buahan yang terkena sinar, selain itu pada latihan tersebut juga ditekankan untuk mempertegas karakter dari digambar tersebut sehingga dapat memunculkan kesan tiga dimensi.

B. Beberapa Hasil Penelitian yang Relevan.
Beberapa hasil penelitian di bawah ini merupakan kajian yang sudah dilakukan khususnya yang berkaitan dengan metode dril.

1. Hasil Penelitian yang terkait dengan Metode Dril.
Penelitian tentang metode dril telah dilakukan Priono (2008) dalam kajiannya yang berjudul ”Implementasi Improving Learning Dengan Metode Drill dan Resitasi sebagai Usaha untuk Meningkatkan Keaktivan Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika (PTK Pembelajaran Matematika Di SMP Muhammadiyah 1 Surakarta kelas VIII Tahun Ajaran 2007/2008)”. Penelitian melalui metode dril ini dikaitkan dengan metode resitasi dengan implementasi improving learning. Kelebihan dalam metode dril adalah sebagai upaya untuk meningkatan keaktifan dan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Matematika.
Berbeda dengan Priono penelitian metode dril yang dilakukan oleh Ridwan Armansyah (2005), tentang ”Pengaruh Metode Drill dengan Resitasi Terhadap Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa”. Penelitian dengan menggunakan metode dril ini sangat berpengaruh pada siswa yang memiliki aktivitas belajar tinggi, sedangkan untuk siswa yang memiliki aktivitas belajar rendah tidak terjadi perubahan. Kelemahan dari pengaruh penggunaan metode tersebut sangat jelas terletak pada tingkat keaktifan proses belajar siswa, sehingga faktor yang menentukan keberhasilannya bukanlah dari metode yang digunakan melainkan faktor dari tingkat aktivitas siswa itu sendiri.
Lain halnya dengan penelitian metode dril yang dilakukan Eni Endang Sulistyorini (2005) yang berjudul ”Pengajaran matematika dengan metode drill dan variasi pemberian tugas pada pokok bahasan lingkaran ditinjau dari keaktifan siswa (SMP Negeri 1 Ngrampal Sragen kelas II Tahun Ajaran 2004/2005)”. Penelitian metode dril ini berkaitan dengan variasi pemberian tugas pada pokok bahasan lingkaran. Penelitian ini sangat memiliki pengaruh yang positif akan perbedaan prestasi belajar Matematika, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan dari prestasi belajar Matematika sebelumnya. Kelemahan dari penggunaan metode dril dengan variasi pemberian tugas terletak pada pengaruh keaktifan belajar Matematika pada pokok bahasan lingkaran siswa terhadap prestasi belajar Matematika, interaksi tersebut tidak memiliki pengaruh apapun terhadap prestasi belajar siswa dalam pelajaran Matematika.
Dari ketiga kajian yang telah dilakukan pada dasarnya persoalannya menurut hemat penulis berkutat tentang metode untuk mengajar bidang pelajaran matematika. Dalam hal lain penelitian metode dril tersebut masih terbatas pada kajian yang bersifat teoritis atau penalaran, sehingga belum menyentuh permasalahan yang terkait dengan pelajaran ketrampilan.
Pada bentuk penelitian metode dril dalam bidang yang lain Miftahudin (2008), mengkaji tentang ”Drill sebagai Metode Pengajaran Sharf (Studi Eksploratif Metode Pengajaran Sharf Di Madrasah Diniyah Ibtidaiyah Pondok Pesantren Pembangunan Miftahul Huda Cigaru I Majenang Cilacap Jawa Tengah). Hasil simpulan menunjukkan bahwa metode ini mempuyai ciri khas penghafalan-penghafalan aturan-aturan gramatikal atau rules of gramar atau sejumlah kata-kata tertentu, dengan demikian kegiatan ini merupakan kegiatan praktek penerapan kaidah-kaidah tata bahasa, sehingga untuk pelajaran sharf dengan menggunakan dril sebagai metode pokoknya mempunyai pengaruh yang baik dalam proses latihan karena memiliki tujuan untuk menanamkan kebiasaan, menambah kecepatan, ketepatan dan kesempurnaan dalam melakukan sesuatu. Di lain pihak kurangnya alokasi jam pelajaran, banyaknya aktifitas siswa dan kurang disiplinnya guru bisa menjadi salah satu faktor penghambat terhadap kegiatan belajar mengajar.
Dari beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode dril sebagian besar diterapkan pada mata pelajaran yang berhubungan erat dengan proses berhitung dan menghafal. Kelemahan dari efektifitas penggunaan metode dril tersebut sangat tergantung pada tingkat kemampuan siswa dalam berhitung dan menghafal. Dari beberapa kajian di atas menguatkan bahwa penelitian dalam bidang kesenian khususnya untuk seni rupa yang sarat dengan aspek kemampuan ketrampilan belum dikaji. Keprihatinan ini menjadikan titik awal penting dalam penelitian secara mendalam mengenai penerapan metode dril dalam konteks peningkatan kemampuan ketrampilan menggambar bentuk. Dengan demikian penelitian yang dilakukan menjadi sangat beralasan karena sejauh ini belum ada penelitian tentang hal ini.

2. Hasil Penulisan Skripsi tentang Gambar Bentuk
Dari beberapa sumber seperti jurnal ilmiah, informasi internet, belum bisa ditemukan hasil penelitian yang relevan berkaitan dengan gambar bentuk. Sangat disayangkan karena pada pendidikan seni rupa untuk pokok bahasan gambar bentuk merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan ide dan kreativitas diri seorang siswa. Tetapi fakta menunjukkan bahwa kajian mengenai gambar bentuk apalagi dalam hubungannya dengan penelitian tindakan kelas belum dilakukan. Dengan berdasarkan pada belum adanya penelitian metode dril dalam meningkatkan kemampuan menggambar bentuk, maka perlu dilakukan kajian yang bersifat aksi di kelas agar bisa meningkatkan prestasi belajar menggambar bentuk yaitu dengan penelitian tindakan kelas.

C. Kerangka Berpikir.
Penggunaan metode pembelajaran pada mata pelajaran Seni Budaya sangat beragam terkhusus pada kelas VII. Pada mata pelajaran ini meliputi beberapa sub pokok bahasan, salah satu di antaranya adalah menggambar bentuk. Proses pembelajaran menggambar bentuk dalam penelitian ini menggunakan metode dril sebagai salah satu sarana untuk melatih meningkatkan kemampuan ketrampilan menggambar bentuk pada anak didik.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu dilakukan tindakan di kelas dengan memberikan pembelajaran kepada siswa dalam rangkaian kegiatan proses belajar mengajar. Anak sebagai subjek didik merupakan sasaran yang dikenai dalam usaha meningkatkan ketrampilan menggambar bentuk. Guru dalam hal ini sebagai pelaku yang membantu siswa dalam mengatasi kesulitan dalam menggambar bentuk di kelas. Peran guru sangat penting dalam memberikan bimbingan, motivasi dan materi yang dapat memacu subjek didik dalam meningkatkan kemampuan menggambar bentuk dengan metode yang diterapkannya yaitu metode dril.
Metode dril dipilih sebagai sarana untuk memacu para subjek didik dalam mengembangkan kemampuannya dalam menggambar bentuk dari yang semula ditemukan masih memiliki banyak kelemahan, kemudian ditingkatkan melalui tindakan (action) agar menjadi lebih baik. Beberapa aspek yang akan ditingkatkan dalam kemampuan menggambar bentuk antara lain meliputi: proporsi, komposisi, gelap terang dan kemampuan tekniknya. Langkah secara sistematis untuk mencapai tujuan tersebut ditempuh dengan penelitian prosedur tindakan kelas yang meliputi langkah perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi secara siklus terus menerus hingga sampai dihasilkan prestasi yang maksimal.

D. Hipotesis Tindakan.
Menurut Muhammad Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” menyatakan bahwa hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris (1988: 182). Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta perpaduan dari verifikasi. Hipotesis merupakan keterangan sementara dari fenomena-fenomena yang komplek. Hipotesis adalah penjelasan sementara tentang tingkah laku, gejala-gejala, atau kejadian tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Suatu hipotesis adalah pernyataan masalah yang spesifik. Karakteristik hipotesis yang baik adalah: dapat diteliti, menunjukkan hubungan antara variable-variabel, dapat diuji, mengikuti temuan-temuan penelitian terdahulu.
Dengan mengacu pada pengertian di atas maka dalam penelitian tindakan kelas ini dirumuskan hipotesisnya sebagai berikut:
“Ada peningkatan prestasi subjek didik dalam kemampuan menggambar bentuk buah-buahan melalui penerapan metode dril pada pokok bahasan menggambar bentuk mata pelajaran seni budaya semester I di kelas VII A MTs Yasin Gemolong tahun pelajaran 2009/2010”.

PTK Seni Budaya (penggunaan metode drill dalam menggambar bentuk BAB III)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian.
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan dari masalah yang diteliti. Adapun tempat penelitian ini dilaksanakan di sekolah MTs Yasin Gemolong. Pemilihan tempat didasarkan oleh alasan antara lain cara mengajar guru di sekolah tersebut dalam memberikan pelajaran seni budaya pokok bahasan seni rupa khususnya dalam sub pokok bahasan menggambar bentuk, masih bersifat langsung tanpa memberikan latihan bertahap. Dampak dari kenyataan tersebut kemampuan siswa belum bisa mencapai hasil yang maksimal disebabkan selain kekurangpahaman siswa akan materi pelajaran, teknik-teknik menggambar bentuk yang baik dan benar, juga kurangnya keseringan dalam latihan.
Penelitian ini dilaksanakan secara bertahap dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, sampai tahap penyelesaian. Direncanakan dari bulan September sampai dengan Desember 2009 yaitu pada semester I tahun pelajaran 2009/ 2010 dengan alasan waktu ini adalah masa aktif pembelajaran sehingga memungkinkan dilakukan tindakan kelas.

B. Subjek Penelitian.
Subjek penelitian tindakan ini adalah siswa dan guru seni budaya MTs Yasin Gemolong. Adapun siswa yang dijadikan subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A pada semester I di MTs Yasin Gemolong tahun pelajaran 2009/2010 dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang yang terdiri dari 15 siswa dengan jenis kelamin pria dan 10 siswa dengan jenis kelamin wanita.
Pengambilan subyek penelitian tindakan kelas ini berdasarkan berbagai pertimbangan ditinjau dari hasil belajar mata pelajaran seni budaya siswa kelas VII A di MTs Yasin Gemolong tahun pelajaran 2009/ 2010 masih tergolong cukup rendah, sehingga perlu adanya perbaikan dalam sistem belajar mengajar yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara maksimal. Selain itu berdasarkan dari hasil pengamatan awal, pada umumnya kemampuan belajar siswa kelas VII A MTs Yasin Gemolong khususnya dalam hal menggambar bentuk masih tergolong sangat rendah, oleh sebab itu siswa juga membutuhkan adanya perubahan dalam proses pembelajaran agar kemampuannnya semakin meningkat.

C. Bentuk dan Strategi Penelitian.
Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Rustam Mudilarto, Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (2004: 1).
Penelitian ini bersifat kolaboratif, dalam ”Pedoman Penyusunan Usulan Penelitian Tindakan Kelas” menyebutkan bahwa usulan harus secara jelas menggambarkan peranan dan intensitas masing-masing anggota pada setiap kegiatan penelitian yang dilakukan, yaitu: pada saat mendiagnosis masalah, menyusun usulan, melaksanakan penelitian (melaksanakan tindakan, observasi, merekam data, evaluasi, dan refleksi), menganalisis data, menyeminarkan hasil, dan menyusun laporan akhir (2004: 4).
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart (lihat Sugiarti, 1997: 6), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Sehingga rancangan penelitian ini sebagai berikut: penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus, dan prosedur siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Berdasarkan dari tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini memaparkan dan memahami dari suatu masalah berdasarkan pengamatan hasil dari latihan yang telah diberikan oleh guru kepada siswanya.
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) ditujukan pada beberapa hal di bawah ini:
1. Penelitian ini menunjuk pada suatu objek tertentu dengan menggunakan metode dril untuk melatih dan meningkatkan kreatifitas siswa serta mutunya.
2. Tindakan dengan menunjuk pada suatu kegiatan yang sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini tertuju pada rangkaian siklus.
3. Kelas dalam hal ini tidak terikat pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik, yaitu sekelompok siswa.

D. Teknik Pemilihan Sampel.
Teknik yang digunakan adalah cluster sampling. Nazir berpendapat bahwa cluster sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit-unit yang kecil, atau cluster. Selanjutnya populasi dari cluster merupakan subpopulasi dari total populasi, unsur-unsur dalam cluster sifatnya tidak homogen. Tiap cluster mempunyai anggota yang heterogen menyerupai populasi sendiri”. (1988: 366).
Adapun langkah dalam pemilihan sampel Penelitian ini meliputi :
1. Sebelum penelitian ini dilaksanakan guru memberikan tes perbuatan terlebih dahulu kepada siswa sebagai refleksi awal untuk mengidentifikasi masalah yang akan diteliti dengan cara siswa diberi tugas secara langsung untuk menggambar bentuk dengan objek buah-buahan sesuai dengan tingkat kemampuan dan kreativitasnya masing-masing.
2. Dari hasil tes yang diperoleh dihitung dan dikelompokan hasil karya-karya dari siswa, selanjutnya karya tersebut dinilai sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Siswa yang memperoleh nilai dibawah standart ketuntasan mutu (SKM) akan diberikan latihan-latihan dan teknik lebih lanjut dalam menggambar bentuk buah-buahan yang baik dan benar. Sehingga dalam refleksi tindakan selanjutnya diharapkan siswa bisa mengejar ketertinggalannya.

E. Teknik Pengumpulan Data.
Dalam penelitian tindakan kelas (PTK) menurut Suharsini menyatakan bahwa tindakan yang dipilih oleh guru harus yang bisa dilakukan oleh siswa dengan arahan dari guru (2006: 13). Dari pernyataan tersebut jelas bahwa teknik pengumpulan data adalah dari siswa dan hasil karya siswa yang selanjutnya akan diteliti dan dievaluasi lebih lanjut.
Pada penelitian tindakan kelas sumber data dapat diperoleh melalui berbagai macam, seperti; siswa, guru, kepala sekolah, interaksi belajar mengajar, dan lingkungan kelas maupun sekolah, serta dokumen maupun arsip-arsip yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dengan adanya berbagai macam sumber data tersebut maka diperlukan cara atau metode pengumpulan data yang sesuai dengan bentuk penelitian untuk mempermudah mendapatkan data yang diperlukan dalam menjawab permasalahan.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini meliputi:
1. Metode Tes.
Bentuk tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes perbuatan dengan memberikan latihan menggambar bentuk dengan objek buah-buahan. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut; melakukan spesifikasi materi yang telah diberikan oleh guru mengenai prinsip-prinsip menggambar bentuk, menerapkan dril dalam tes perbuatan, melakukan penelaahan atau pengkajian dari aspek proposi, komposisi, dan gelap terang, selanjutnya melakukan pengelompokan dan penilaian pada hasil karya.
Pada langkah ini dapat diketahui kesulitan apakah yang dihadapi oleh siswa dalam menggambar bentuk buah-buahan. Pada kegiatan ini dilakukan secara realistis dan diagnotis untuk mendapatkan hasil yang memadai dengan tujuan untuk mengetahui alasan yang sebenarnya. Sehingga dalam rangkaian siklus akan terfokus pada latihan-latihan yang menjadi kendala siswa dalam menggambar bentuk buah-buahan.

2. Metode Observasi.
Metode observasi atau pengamatan merupakan salah satu alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data-data di lapangan. Menurut Sudjana metode observasi adalah metode yang menganalisa dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (1998: 193).
Pendapat lain mengenai observasi dijelaskan oleh Nasution yang menyatakan bahwa observasi merupakan pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang perilaku anak sehari-hari. Dari hasil ini kita dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang masalahnya dan mungkin petunjuk tentang cara memecahkannya (1996: 106)
Proses observasi ini dilakukan selama kunjungan di lapangan dengan mengatasi situasi berbagai hal mengenai proses berjalannya latihan menggambar bentuk buah-buahan dari segi persiapan sampai selesainya proses latihan tersebut. Metode observasi pada penelitian ini digunakan untuk mengamati jalannya proses latihan menggambar bentuk buah-buahan yang meliputi: lokasi atau tempat dimana situasi yang menjadi objek penelitian berlangsung, person atau orang (perilaku) yang menjadi subjek yang diteliti, dalam hal ini adalah anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, dan kegiatan dan aktifitas subjek yang diteliti.
Adapun instrument yang digunakan sebagai penunjang berjalannya proses observasi tersebut meliputi angket yang dibagikan kepada siswa sedangkan untuk memperjelas keadaan di lapangan pada saat observasi berlangsung digunakan kamera digital sebagai alat untuk mempertegas laporan observasi.
Batasan observasi dalam penelitian ini meliputi; perilaku siswa terhadap mata pelajaran seni budaya khususnya dalam pokok bahasan seni rupa dengan sub pokok bahasan gambar bentuk, kesungguhan siswa dalam mengikuti pelajaran tersebut, minat belajar siswa terhadap mata pelajaran tersebut, dan ekspresi siswa pada saat mengikuti latihan.
Model observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: observasi partisipasif yaitu observasi yang dilakukan dengan melibatkan diri di lapangan, observasi terus terang dan tersamar. Terus terang jika mereka yang diteliti mengetahui sedari awal, tersamar bila yang diteliti tak mengetahui sedang diobservasi dengan tujuan untuk memperoleh data yang valid, dan observasi tidak terstruktur yaitu observasi tersebut tidak terencana sebelumnya, sehingga fokus observasi dapat berkembang dari sini.

3. Metode Wawancara.
Moleong menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (2002: 135).
Metode wawancara adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui percakapan peneliti (seseorang yang ditugasi) dengan subjek penelitian atau responden (sumber data).
Dalam penelitian ini informan yang diwawancarai meliputi: guru seni rupa dan beberapa siswa kelas VII A yang dianggap perlu. Dengan maksud memperoleh data-data skunder yang diperlukan untuk penelitian ini.
Dalam penelitian ini metode wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka. Moleong menyatakan bahwa di dalam wawancara terbuka para subjeknya tahu bahwa mereka sedang di wawancara dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu (1990: 37). Adapun alasan memilih wawancara terbuka dikarenakan dalam wawancara terbuka dapat dilakukan dengan rilek dan santai sehingga wawancara tersebut dapat berjalan lancar. Antara informan dan peneliti sudah saling siap dengan pertanyaan dan jawabannya.

4. Dokumen/ arsip.
Nasution mengungkapkan bahwa dokumen terdiri atas tulisan pribadi seperti buku harian, surat-surat, dan dokumen resmi (1996: 85., Suharsini Arikunto. 1998: 236). Dokumen ini tidak hanya berupa data-data tertulis dan dokumen resmi seperti: nilai tugas gambar bentuk, rapor seni budaya, rencana pelaksana pembelajaran, kurikulum, dan sebagainya melainkan juga berupa gambar, foto, maupun video recorder dari kegiatan proses pembelajaran seni budaya sebelumnya. Hasil dari dokumen ini dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari narasumber yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian tentang “penggunaan metode dril sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menggambar bentuk buah-buahan pada mata pelajaran seni budaya kelas VII A di MTs Yasin Gemolong tahun pelajaran 2009/2010”.

F. Validitas Data.
Data yang telah diperoleh dalam penelitian tersebut harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Untuk mengetahui data yang terkumpul memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka perlu dilakukan pengecekan data atau disebut validitas data. Validitas (kebenaran) menurut Cholid Narbuko dan Achmadi maksudnya bahwa antara alat pengukur dengan tujuan pengukuran haruslah cocok atau sesuai (2000: 147). Sehingga harus bisa dipilih dan ditentukan cara-cara yang tepat untuk mengolah data yang telah diperoleh. Dalam membuktikan data yang diperoleh sesuai dengan di lapangan, maka digunakan teknik triangulasi data yang menurut pendapat Moleong yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Menurutnya hal itu dapat dicapai dengan jalan membandingkan data hasil pengamatan dengan data wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (1990: 178). Validitas data pada penelitian ini juga menggunakan teknik rechek data dalam hal ini posisi peneliti adalah sebagai instrumen itu sendiri. Dengan keikutsertaannya peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Agar data yang diperoleh lengkap dan validitas bisa terjaga maka diadakan check data, ketika ada yang kurang maka dilakukan recheck data. Selain itu, validitas data juga menggunakan teknik peer debriefing dimana peneliti mendiskusikan kembali hasil penelitian dengan rekan kerja yaitu mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat.

G. Prosedur Penelitian.
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari tiga siklus, tiap siklus dilaksanakan prosedur sebagai berikut; Planning (perencanaan), Acting (pelaksanaan), Observing (pengamatan), dan Reflecting (tindakan/ refleksi).
Selanjutnya dalam tiap siklus diberikan tiga kegiatan yakni: Guru melatih pengetahuan siswa tentang definisi gambar bentuk, siswa diberikan latihan mengenai teknik menggambar bentuk buah-buahan yang baik dan benar, dan siswa dilatih untuk bisa menggambar bentuk buah-buahan yang baik dan benar sesuai dengan latihan-latihan sebelumnya.

Pokok-pokok rencana kegiatan

Siklus I
Refleksi Awal
  1. Menganalisis hasil pembelajaran sebelumnya.
  2. Mengidentifikasi masalah yang terjadi, kemudian menyusun hipotesis tindakan.
  3. Mendiskusikan apa yang harus disiapkan.
Perencanaan
  1. Merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dalam proses belajar mengajar.
  2. Menentukan materi pokok.
  3. Menyiapkan sumber belajar.
  4. Menyusun LKS (lembar kerja siswa).
  5. Mengembangkan hasil skenario pembelajaran dengan metode pembelajaran.
  6. Mengembangkan format observasi
Tindakan
  1. Menerapkan tindakan mengacu pada skenario pembelajaran
Observasi
  1. Melakukan observasi dengan menggunakan format observasi.
  2. Menilai hasil tindakan dengan cara siswa mengisi angket perkembangan.
Refleksi
  1. Melakukan evaluasi dari setiap macam tindakan yang telah dilakukan.
  2. Mendiskusikan hasil evaluasi tindakan dengan guru yang bersangkutan.
  3. Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi.

Siklus II
Perencanaan
  1. Mengidentifikasi masalah yang muncul dari perlakuan pada siklus I.
  2. Penetapan alternatif pemecahan masalah.
  3. Pengembangan program tindakan II..
Tindakan
  1. Pelaksanaan program tindakan II.
Observasi
  1. Melakukan observasi terhadap pelaksanaan program tindakan II dengan menggunakan format observasi.
  2. Menilai hasil tindakan.
Refleksi
  1. Mendiskusikan hasil evaluasi dari program tindakan II.
Siklus Selanjutnya Dst… Dst…

H. Analisis Deskriptif Non Parametrik.
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan pembelajaran kurikulum 1994 yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 65 % atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut 85 % yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 65 % (Depdikbud, 1994). Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar dalam penelitian tindakan kelas ini dapat menggunakan analisis deskripsi non parametrik.
Iqbal Hasan menyatakan bahwa analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian yang didasarkan atas satu sampel. Analisis deskriptif ini menggunakan satu variabel atau lebih tapi bersifat mandiri, oleh karena itu analisis ini tidak berbentuk perbandingan atau hubungan (2004: 185). Selanjutnya menurut Raymond metode statistik non parametrik merupakan metode statistik yang dapat digunakan dengan mengabaikan segala asumsi yang melandasi metode statistik parametrik, terutama yang berkaitan dengan distribusi normal (www.wordpres.com.statistik-nonparametrik/bimbingan-konseling.htm. diakses pada 11 Januari 2008).
Pendapat di atas menyimpulkan bahwa analisis deskriptif non parametrik yaitu sebuah usaha mendeskriptifkan data-data statistik hasil penelitian yang dilakukan untuk lebih memahami pola data tersebut. Dalam data statistik non parametrik menggunakan median dan modus sebagai pengukuran pusat datanya, dan tidak adanya pengukuran standar deviasi dan varians. Sehingga bisa dikatakan statistik deskriptif untuk non parametrik lebih sederhana dan praktis.
Seperti telah dijelaskan, penggambaran data (deskriptif) bisa dilakukan dengan menjelaskan besaran statistik yang penting dan relevan, menyajikan data dalam bentuk tabel dan grafik.

1. Besaran Statistik yang Relevan.
Untuk data nominal, maka statistik yang relevan adalah modus (mode), sedangkan untuk data ordinal adalah median. Data sikap (tipe ordinal) mempunyai median, Angka ini didapat dengan mengurutkan 40 data tersebut dari angka terkecil sampai terbesar, kemudian membagi urutan data tersebut menjadi dua bagian:
1 1 1 1 ……………… 2 2 2 …||… 2 2 2 …………. 3 3 3 3
20 data MEDIAN 20 data
dari gambar diatas, terlihat bahwa jika data dibagi dua, maka titik tengah (Median) ada ditengah data ke 20 dan data ke 21

2. Tabel (Freequency Table)
Tabel frekuensi menjelaskan persentase dan kumulatifnya untuk setiap variabel.

3. Chart Data:
Chart yang digunakan adalah bar chart (bentuk gambar batang), yang sebenarnya sama dengan penyajian data secara tabel, hanya disini data ditampilkan lebih simpel dan menarik.

Jumat, 08 Januari 2010

PENDERITAANKU adalah KEBAHAGIAANMU


Kemarin, tadi, sekarang, entar, besok, lusa, aku tetap akan memakai topeng ini hanya untuk mengurangi beban dunia karena melihat semua penderitaanku...

Sampai saat ini aku sendiri dan terus memikirkan keadaan ini entah sampai kapan? aku bingung tuk mengalihkan semua jalan pikiranku tentang dirimu. Kamu telah menembok dengan beton seluruh ruang hatiku tanpa memberikan satu pintu maupun kunci tuk membuka ruang itu untuk penggantimu...

Lelah...
lelah aku bertahan untuk tetap ada dan mengisi indahnya dunia dalam kepingan tiap inchi luka yang ada...

aku terdiam di tengah keramaian...
menciptakan kesuraman dunia,
gerimis seakan mengajakku tuk berbagi penderitaan...
mengeluh, mendesah, terus memaki itulah aku.....

aku tahu semua itu tak kan bisa kembali, dan aku pun tak berharap bahwa kau akan kembali di hatiku. tapi tolong hancurkan tembok beton ini agar aku tak terperangkap dalam kegelapan yang berkepanjangan...


♥ .P.E.T.R.U.K. .M.A.T.I. .R.A.S.A. ♥

Minggu, 13 September 2009


Proses pembuatan keris sangatlah rumit, seorang empu jaman dahulu bertapa dulu untuk mendapatkan bahan yang bagus untuk membuat keris tetapi untuk empu sekarang cukup mencari tiga bahan logam besi, nikel, dan baja yang mutunya juga bagus.
Besi yang digunakan adalah jenis besi putih, kandungan atau kadar karbonnya rendah, ini pun harus dibersihkan dari bahan-bahan yang lain. Cara membersihkan disebut membesut.
Sebilah keris memerlukan besi seberat 15 kg setelah dibesut tinggal 8 kg.
Nikel, logam ini untuk bahan pamor. Warnanya putih kebiru-biruan. Sifatnya keras dan mudah kusam. Nikel dijual dalam bentuk batangan, lempengan dan kawat. Untuk sebilah keris
memerlukan nikel kurang lebih 1 ons. Baja diperlukan sebagai penguat bilah keris. Selain itu juga untuk membuat bagian bilah yang tajam. Baja yang baik untuk keris adalah baja yang bersifat ulet. Sebuah keris memerlukan baja 1 kg. Setelah semua bahan dan alat disiapkan, proses pembuatan keris dapat dimulai. Tahap pengerjaan awal adalah dengan membesut, caranya membakar besi sampai membara. Penempaan dilakukan pada waktu masih membara. Pembakaran dan penempaan berulang ulang sehingga besi menjadi bersih dari bahan lainnya. Setelah selesai dibesut, dipotong menjadi dua bagian sama panjang. Nikel ditempa tipis kira-kira setebal 1 mm, selanjutnya nikel diletakkan di tengah potongan besi besutan, kemudian diikat
dengan kawat. Bendelan bahan ini dibakar lagi dan ditempa hingga lengket menjadi satu. Hasilnya berupa lapisan pamor yang pertama, kemudian diulang hingga 32 lapisan pamor, selanjutnya lapisan pamor dipotong menjadi 2 bagian.
Tahap berikutnya menempa baja seberat 1 kg sehingga menjadi pipih setebal 5 mm ditaruh ditengah antara dua potongan pamor dibuat kedokan, bakalan keris ini belum jelas dapur/bentuk yang dikehendaki keris lurus atau berkelok.

Tahap berikutnya menghaluskan keris dari bekas tempa dan kikiran. Selanjutnya pekerjaan terakhir adalah menyepuh dengan cara membakar besi terakhir sampai membara, lalu dimasukkan ke dalam bak air dingin, perendaman kira-kira 24 jam. Bilah keris yang baru dibuat perlu diwarangi/dijamasi kemudian dibuatkan warangkanya agar keris tidak mudah karat/rusak.

Sabtu, 04 Juli 2009

Kasunanan Surakarta

Berdirinya Karaton Kasunanan Surakarta.

Sejarah Karaton Kasunanan tidak lepas dan peran Paku Buwono II dan keadaan Karaton Kartasura yang saat itu mengalami kekacauan (1678-1745), karena diangkatnya Raja Amangkurat II. Dalam makalah Menelusuri berdirinya Kota Solo karya Radjiman (1985: 2) disebutkan bahwa masa pemerintahan Paku Buwono II (1727-1749) terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh RM Gurendi. Pemberontakan itu menyebabkan raja PB II melarikan diri keluar kota. Saat perjalanan tersebut ia beristirahat di daerah Laweyan dan berpesan kalau kelak mangkat agar dimakamkan di Laweyan. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Ponorogo, dengan berhenti di Gunung Lawu.

Tahun 1743, ketika PB II kembali dan pelariannya, ia melihat istana Kartasura mengalami rusak berat akibat pemberontakan Cina. Maka ia diperintahkan Adipati Pringgoloyo dan Adipati Sindurejo untuk mencari tempat yang baik untuk membangun istana. Pencariian tempat itu diikuti pula oleh Mayor Hogendorp, ahli nujum Tumenggung Honggowongso, RT Pusponegoro dan RT Mangkuyudo.

Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya rombongan tersebut merencanakan tiga tempat, yaitu:

· Desa Kadipolo. Daerah ini sangat rata, tanah subur. Semua abdi dalem setuju dengan. lokasi itu, tetapi para ahli nujum tidak sepakat. Alasannya meski nantinya kerajaan dapat adil dan makmur namun kerajaan cepat rusak dan banyak perang saudara.

· Desa Sala. Menurut Tumenggung Honggowongso walaupun daerahnya penuh rawa, namun sangat baik untuk pusat kerajaan, sebab nantinya akan menjadi kerajaan besar, panjang umur, aman, makmur dan tidak ada perang. Namun Mayor Hogendorp tidak sepakat dengan Tumenggung Honggowongso.

· Desa Sonosewu. Daerahnya rata, namun Tumenggung Honggowongso menilai tempat itu kurang cocok sebab kerajaan akan berumur pendek.

Setelah mendapatkan tiga tempat tersebut, para utusan melaporkan hasil pencariannya ke Raja PB II yang langsung menetapkan Desa Sala menjadi pusat kerajaan. Setelah menetapkan tempatnya lalu kembali mengirim utusan, yaitu Pangeran Wijil dan abdi dalem Suronoto, untuk mencari tempat yang baik membangun istana. Para abdi dalem tersebut menemukan “Dhusun Tolowangi”, yaitu daerah yang berada di sebelah timur Desa Sala (sekarang kawasan Yosodipuran dan Wiropaten). Di tengah pencarian itu Pangeran Wijil bermimpi bahwa utusan karaton hams menemui Kyai Gedhe Sala, yaitu Kepala tanah perdikan Desa Sala.

Selesai menemui Kyai Gedhe Sala, utusan kembali kepada PB II untuk melaporkan hasilnya serta menyampaikan pesan dari Kyai Gedhe Sala tentang pergantian tanah tersebut. PB II mengganti tanah yang diminta Kyai Gedhe Sala sebesar 10.000 ringgit. Ketika Karaton mulai dibangun, diadakan berbagai acara yang dilengkapi ubarampe sebagai tradisi sejak berada di Kartasura, dan dibawa ke Sala. Kepindahan Karaton Kartasura ke Desa Sala dilakukan pada hari Rabu Pahing 17 Sura Je dengan candra sengkala Kembuling Pujo Ariyarso Ing Ratu atau 1670 Jawa atau 14 Februari 1745 Masehi, yang hingga kini diperingati sebagai hari kelahiran Kota Solo. Setelah perpindahan karaton tersebut, muncul banyak upacara adat yang hingga saat ini masih dipertahankan sebagai bentuk tradisi, baik oleh pihak karaton maupun masyarakat luas.


Kamis, 02 Juli 2009

japanes cosmology

Philosophy Semar in Javanese Society

Semar in Javanese (Java philosophy) referred as Badranaya. Bebadra is Develop; Build the medium from base, Naya or Nayaka is the infinite courier. Its Meaning: bringing is nature of developing and executing god command for the shake of human being prosperity

Javanologi: Semar is Vague smile, and Literal: The indicative Mean the Life.

Semar don’t man or woman, its right hand go to the and its left hand is rearward. Its meaning: "As person of figure semar will tell the symbol The Single of The most". Its Left hand medium have a meaning" surrendering absolute and total and also at the same time sympathetic neutral science symbol but".

Semar residence as chief of village Karangdempel (Karang is barren, dempel a soul or head) firmness.

Semar hair "kuncung" (jarwadasa java ancient) its meaning will tell the: confessing of the kuncung as steward personality. Semar as steward incarnation serve the people, selfless, to execute the religious service do a good deed as according to God like polite.

Semar walk to face go to the its meaning: "on the way human being child its materialization is he give the byword so that always look into go to the God which is enamoured the most and also people humane".

Cloth of Semar Parangkusumorojo: materialization Dewonggowantah (to the lead human being) so that memayuhayuning bawono: strightened of justice and justification under the sun.

Distinguish the buttonhole semar is:

Semar Berkuncung of like childish, but also have face to very old

The laughing of Semar is always terminated by the weep tone

Semar of have Face to eye weep but its mouth is laughed

Semar have profile to stand up at the same time cringe the

Semar have never ordered but give the consequence to the it’s advise

Java Culture have borne the religi in the form of trust to God which Single The most, that is existence of form of figure of puppets Semar, far before entry of Hindu culture, Budha and Islam in Java Island.

Circle of Spiritual Java, Figure of Puppets Semar is in the reality looked into by non as historical fact, but rather have the character of the mythology and symbolis of about To singleness, that is: An device from personification exspresi, perception and congeniality of about God showing at conception spiritual. This congeniality is not other only an strong evidence that Javanese of since prehistoric era is Religius and believing in God which The most Is Single.

Than this figure Semar puppets will be able to be pared , understood and involved until where form religi which have been borne by Java culture .

Semar occult epitomizing ngelmu-kasampurnaning extract.

Draw the the calligraphy java have a meaning of the :

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika. meaning "independence of head and soul", its intention in a state is not colonized by atmosphere Iust and worldliness, in expection of mortally perfection do not be smirched by sin. Human being real Java in cleaning soul and head (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) its meaning: "in testing ethic kindness seriously will be able to control and instruct the atmosphere Iust to become an strength go to the perfection live reality

(disadur dari http://www.indospiritual.com/artikel_makna-filosofi-semar.html)